Nasional, Jakarta - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiteror telah menangkap 31 orang sejak aksi serangan bom Kampung Melayu, pada 24 Mei 2017 lalu. Terakhir, diketahui penangkapan terduga teroris dilakukan terhadap dua orang di Bima, Nusa Tenggara Barat pada Jumat lalu.

"Semenjak bom Kampung Melayu, saya sudah mengintruksikan kepada jajaran (termasuk Siap Mengebom Polsek, Teroris Bima: Polisi Sasaran Utama

Penangkapan itu dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. Mulai dari Medan, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, sampai terakhir diketahui di daerah Bima. Kelompok teroris yang ditangkap di Bima, kata Tito, juga merupakan jaringan teroris Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Mereka bahkan belajar langsung teknik pembuatan bom dari Bahrun Naim. Keduanya belajar lewat bantuan jaringan internet. "Rupanya di Bima juga sama belajar dari online juga, melalui Bahrun Naim juga," kata Tito.

Baca pula:
Densus 88 Tangkap Syahrul, Rencana Kontrak Rumah Dekat Mapolsek
Terduga Teroris Syahrul Munif Pernah 6 Bulan di Suriah

Bahkan dari tangan terduga pelaku di Bima, polisi menemukan sejumlah barang bukti bom jadi berbahan triacetone triperoxide (TATP). Rencananya, kata Tito, bom itu akan digunakan untuk menyerang Polsek Woha.

Tito mengatakan JAD memang sengaja mengincar polisi sebagai target utama mereka. Ini bisa terjadi karena doktrin takfiri yang ditanamkan kepada para pengikutnya.

Silakan baca:
Densus 88 Bekuk 2 Jaringan Abu Jandal di Malang dan Surabaya

"Kelompok ini punya doktrin takfiri dan salah satu konsep mereka adalah kafir harbi dan kafir dini. Semua yang bukan kelompok dia adalah kafir. Tapi yang kafir agresif menyerang mereka dianggap sebagai kafir harbi," kata Tito Karnavian. Polisi, kata Tito, digolongkan kelompok ini sebagai kafir harbi. Densus 88 Antiteror pun melakukan berbagai penangkapan di beberapa daerah sebelum aksi teroris terjadi.

EGI ADYATAMA